Manchester United menghasilkan perlawanan telat yang menakjubkan untuk mengalahkan Lyon dan mencapai semifinal Liga Europa pada hari Kamis.
Mereka bangkit dari ketertinggalan 4-2 dan mencetak dua gol pada menit terakhir perpanjangan waktu. Mereka akhirnya meraih kemenangan luar biasa 5-4 di Old Trafford dan kemenangan agregat 7-6.
Hasil ini pun termasuk yang terbaik di kompetisi Eropa.
Berikut daftar comeback terbaik dalam sejarah Liga Champions dan Liga Eropa.
Ajax 2-3 Tottenham (leg kedua semifinal, 8 Mei 2019)
Tottenham bertandang ke Ajax untuk pertandingan leg kedua semifinal mereka dengan kedudukan tertinggal 1-0. Keadaan bertambah buruk di Amsterdam ketika Matthijs de Ligt dan Hakim Ziyech membawa Ajax unggul agregat 3-0 sebelum jeda.
Spurs perlu mencetak tiga gol tanpa balas untuk melaju, dan mendapat secercah harapan 10 menit setelah babak kedua mulai Lewat Lucas Moura. Pertandingan menjadi milik mereka hanya empat menit kemudian.
Moura menyambar bola liar di kotak penalti setelah tembakan Fernando Llorente ditepis. Ia pun melepaskan tendangan melengkung yang membuat tuan rumah terpojok.
Perubahan haluan yang menakjubkan itu terjadi pada menit ke-95 ketika Moura menyelesaikan hattricknya untuk memastikan tempat Tottenham di final lewat gol tandang, membuat para pemain Ajax berhamburan di lapangan dengan tak percaya.
Liverpool 4-0 Barcelona (leg kedua semifinal, 7 Mei 2019)
Hanya 24 jam sebelum kepahlawanan Tottenham di Amsterdam, Liverpool menjadi klub ketiga dalam sejarah Liga Champions yang mampu membalikkan defisit tiga gol pada leg pertama.
Harapan The Reds untuk memaksakan diri kembali ke semi-final setelah kalah 3-0 dari Barcelona di Nou Camp tampak tipis, terutama dengan absennya Mohamed Salah dan Roberto Firmino karena cedera.
Namun Divock Origi berhasil menguasai bola pada menit ketujuh, sebelum pertandingan benar-benar berubah dalam rentang 166 detik setelah turun minum ketika pemain pengganti Georginio Wijnaldum mencetak dua gol.
Momen berpikir cepat membuat Liverpool menuntaskan tugasnya ketika Trent Alexander-Arnold melihat pertahanan Barcelona lepas dari tendangan sudut, melepaskan umpan rendah kepada Origi yang melepaskan tembakan ke gawang dan memicu kehebohan di Anfield.
Fulham 4-1 Juventus (pertandingan kedua babak 16 besar, 18 Maret 2010)
Fulham menyambut Juventus di Craven Cottage setelah kalah 3-1 pada leg pertama dan tidak butuh waktu lama untuk membuat pertandingan tampak di luar genggaman mereka.
Hanya dalam waktu dua menit, David Trezeguet mencetak gol awal untuk tim Italia.
Namun, Bobby Zamora mencetak gol tujuh menit kemudian dan memicu kebangkitan yang terbukti krusial dalam musim di mana mereka mencapai final Liga Europa.
Diusirnya Fabio Cannavaro karena pelanggaran profesional terhadap Zoltan Gera membantu mengubah permainan menjadi menguntungkan Fulham sebelum penyelesaian apik pemain Hungaria itu membawa mereka unggul.
Penalti Gera menyamakan kedudukan dan tendangan chip pemain pengganti Clint Dempsey memenangkannya sebelum Jonathan Zebina dikeluarkan dari lapangan.
BACA JUGA: Mantan Gelandang Rochdale Joe Thompson Meninggal Dunia di Usia 36 Tahun
Red Bull Salzburg 4-1 Lazio (perempat final leg kedua 12 April 2018)
Tertinggal 4-2 pada leg pertama di Italia, tantangan Salzburg tampaknya telah berakhir ketika Ciro Immobile memperlebar keunggulan Lazio di Austria 10 menit memasuki babak kedua – golnya yang ke-39 musim ini.
Namun Moanes Dabour membalaskan satu gol semenit kemudian dengan tendangan yang terdefleksi untuk membangkitkan semangat tim tuan rumah.
Tendangan luar biasa Amadou Haidara pada menit ke-72 dari jarak 30 yard memicu periode empat menit yang mengagumkan, di mana Hwang Hee-chan membawa juara Austria unggul gol tandang sebelum Stefan Lainer menyundul bola dan menjadi penentu kemenangan agregat.
Gol-gol tersebut terjadi dalam waktu 247 detik – tiga gol tercepat dalam sejarah Liga Europa.
Barcelona 6-1 Paris St-Germain (pertandingan kedua babak 16 besar, 8 Maret 2017)
Bisa dibilang ini adalah comeback terhebat dari semuanya, yang satu ini begitu ikonik hingga punya judul tersendiri di Prancis dan Spanyol – La Remontada (comeback).
PSG tampil klinis di kandang sendiri, menang 4-0, tetapi Nou Camp merasakan sesuatu yang istimewa ketika Luis Suarez mencetak gol setelah hanya tiga menit di leg kedua.
Barcelona unggul dua gol saat turun minum berkat gol bunuh diri Layvin Kurzawa, tetapi masih tertinggal dua gol secara agregat.
Lionel Messi mencetak gol penalti segera setelah babak kedua mulai. Namun Edinson Cavani membalas untuk membungkam pendukung tuan rumah.
Barcelona, yang kini tertinggal 5-3, membutuhkan tiga gol dalam waktu kurang dari 30 menit untuk meraih keajaiban. Neymar mencetak gol tendangan bebas pada menit ke-88 untuk memberi harapan lebih lanjut, sebelum pemain Brasil itu mencetak gol penalti pada menit ke-91 untuk menyamakan kedudukan menjadi 5-5 secara agregat.
Namun PSG masih unggul berkat gol tandang.
Namun, dengan sisa waktu tambahan 20 detik, La Remontada membuahkan hasil ketika Sergi Roberto menyundul umpan cungkil Neymar. Barcelona pun menjadi satu-satunya tim dalam sejarah yang mampu membalikkan defisit empat gol di Liga Champions.
AC Milan 3-3 Liverpool (final, 25 Mei 2005)
Beranjak dari pertandingan dua leg, final Liga Champions 2005 merupakan malam sepak bola yang tak terlupakan.
AC Milan mengira mereka telah memegang trofi setelah unggul 3-0 pada babak pertama. Tetapi tujuh menit di babak kedua mengubah jalannya sejarah.
Steven Gerrard, Vladimir Smicer dan Xabi Alonso mencetak gol untuk menyamakan kedudukan bagi Liverpool dan begitulah keadaannya setelah 120 menit. Kiper The Reds Jerzy Dudek melakukan penyelamatan ganda yang menakjubkan dari Andriy Shevchenko di perpanjangan waktu.
Mengingatkan akan Bruce Grobelaar pada tahun 1984, kaki Dudek yang goyang dan kejenakaannya di garis gawang memainkan peranan penting. Ia membawa timnya menang dalam adu penalti, saat Serginho, Andrea Pirlo dan Shevchenko gagal mengonversi penalti.
Paris St-Germain 1-3 Manchester United (pertandingan kedua babak 16 besar, 6 Maret 2019)
Dalam tahun yang mengesankan bagi kebangkitan Inggris di Liga Champions. Semuanya bermula dengan Manchester United yang mengalahkan PSG di babak 16 besar.
Manajer sementara Ole Gunnar Solskjaer menderita kekalahan pertama selama masa jabatannya di leg pertama. Ketika itu United menelan kekalahan 2-0 di Old Trafford menghentikan 11 pertandingan tak terkalahkan.
Tak satu pun dari 107 klub sebelumnya yang kalah pada pertandingan leg pertama Liga Champions atau Piala Eropa dengan selisih dua gol atau lebih. United menjadi salah satu yang kalah di kandang sendiri dan berhasil melaju. Padahal hanya sedikit yang memperkirakan United akan mengubah tren itu.
Namun Romelu Lukaku membawa United memulai dengan sempurna setelah dua menit, namun Juan Bernat membalas 11 menit kemudian, mengembalikan keunggulan agregat dua gol PSG.
Setan Merah menolak menyerah dan Lukaku membawa mereka unggul pada malam itu sebelum Marcus Rashford mengonversi penalti kompetitif
Manchester United 2-1 Bayern Munich (final, 26 Mei 1999)
Manchester United memastikan bagian terakhir dari Treble bersejarah mereka di ‘Fergie Time’.
Dengan Liga Premier dan Piala FA yang sudah aman untuk mereka, United harus berhadapan dengan raksasa Jerman, Bayern Munich, yang akan menghalangi mereka di final Liga Champions 1999 di Nou Camp.
Dengan Roy Keane dan Paul Scholes yang keduanya diskors, harapan United telah mendapat pukulan, dan misi mereka menjadi lebih sulit ketika Mario Basler membawa Bayern unggul pada menit keenam.
Tetapi pada akhirnya final terbukti menjadi kisah dua pemain pengganti – Teddy Sheringham dan Ole Gunnar Solskjaer.
Sheringham membantu tendangan Ryan Giggs yang gagal untuk menyamakan kedudukan pada menit ke-91 sebelum Solskjaer mencetak gol kedua hanya dua menit kemudian, yang memberikan manajer Sir Alex Ferguson trofi Liga Champions pertamanya.
View this post on Instagram